banner 468x60

Isu pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan kembali menjadi sorotan publik setelah mencuatnya laporan dugaan permintaan proyek oleh seorang kepala bidang (kabid) tanpa melalui proses lelang resmi. Kasus ini, yang terjadi di salah satu instansi daerah, menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi, akuntabilitas, dan integritas birokrasi dalam menjalankan fungsi pelayanan publik.

Meskipun belum ada putusan hukum yang bersifat final, sinyalemen praktik semacam ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat, bahwa sistem pengadaan di berbagai daerah masih rentan terhadap intervensi dan pelanggaran prosedur.

banner 336x280

Di Balik Layar: Modus Proyek Tanpa Lelang

Pengadaan barang dan jasa pemerintah seharusnya mengikuti prinsip dasar yang telah diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di dalamnya disebutkan bahwa semua proses pengadaan harus transparan, adil, terbuka, dan kompetitif.

Namun dalam praktiknya, beberapa pejabat yang memiliki kewenangan—seperti kepala bidang—masih bisa memengaruhi proyek dengan cara meminta pengalihan langsung ke pihak tertentu tanpa melalui proses tender terbuka. Proses ini bisa terjadi melalui berbagai modus, di antaranya:

  • Penggunaan skema penunjukan langsung tanpa alasan yang sah

  • Manipulasi nilai proyek agar masuk kategori pengadaan langsung (di bawah batas minimal tender)

  • Persekongkolan dengan rekanan atau penyedia jasa tertentu

  • Mendorong perubahan nomenklatur kegiatan agar sesuai dengan kepentingan pihak tertentu

Praktik semacam ini tidak hanya merusak sistem, tetapi juga menyingkirkan penyedia jasa yang sah dan kompeten, serta menghilangkan potensi efisiensi penggunaan anggaran.

Mengapa Proyek Tanpa Tender Tetap Terjadi?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan praktik ini masih terjadi di lapangan, antara lain:

  1. Minimnya pengawasan internal dan eksternal.

  2. Celah regulasi dalam pengadaan barang/jasa yang memungkinkan interpretasi ganda.

  3. Budaya birokrasi yang belum sepenuhnya terbuka terhadap transparansi.

  4. Rendahnya kesadaran hukum dan integritas sebagian aparatur sipil negara.

  5. Tekanan politik atau ekonomi yang memaksa pejabat mengambil keputusan tidak prosedural.

Dalam banyak kasus, praktik proyek tanpa tender kerap dikemas secara rapi agar tampak sah secara administratif. Hanya audit mendalam atau pengawasan publik yang bisa mengungkap praktik penyimpangan tersebut.

Dampak Sistemik terhadap Pemerintahan

Proyek yang dijalankan tanpa melalui lelang terbuka berisiko besar menghasilkan kualitas pekerjaan yang rendah. Selain itu, proyek tersebut juga bisa lebih mahal dari nilai wajar karena tidak ada proses persaingan harga.

Hal ini berdampak langsung pada:

  • Pemborosan anggaran negara/daerah

  • Rendahnya kualitas infrastruktur dan layanan publik

  • Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah

  • Suburnya praktik nepotisme dan kolusi di kalangan pejabat daerah

Lebih dari itu, praktik semacam ini menempatkan pejabat yang bersangkutan dalam posisi rawan hukum. Jika terbukti ada pelanggaran prosedur atau tindak pidana korupsi, maka sanksi pidana dan administratif bisa dijatuhkan.

Upaya Pencegahan dan Rekomendasi

Untuk mencegah praktik proyek tanpa tender, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan secara konsisten:

  1. Meningkatkan kapasitas dan integritas pejabat pengadaan
    Pelatihan etika dan regulasi pengadaan harus diperkuat. ASN juga perlu mendapatkan insentif berbasis integritas.

  2. Mendorong keterbukaan data pengadaan
    Pemda dan kementerian harus membuka data proyek secara real-time melalui sistem digital yang mudah diakses publik.

  3. Optimalisasi fungsi pengawasan
    APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dan lembaga pengawas eksternal seperti BPK dan KPK perlu meningkatkan intensitas pengawasan, terutama di sektor-sektor rawan penyimpangan.

  4. Peningkatan partisipasi masyarakat
    Pengawasan publik lewat media, LSM, dan masyarakat sipil terbukti efektif dalam menekan penyimpangan, asalkan diberikan akses dan saluran yang jelas.

  5. Evaluasi peraturan teknis
    Pemerintah pusat perlu meninjau kembali aturan teknis terkait batas nilai pengadaan langsung dan kriteria penunjukan langsung agar tidak disalahgunakan.

Kesimpulan

Kasus kadin yang diduga meminta proyek tanpa tender hanyalah puncak gunung es dari persoalan yang lebih besar dalam sistem birokrasi pengadaan barang dan jasa. Meski regulasi telah ada, praktik lapangan menunjukkan masih banyak celah dan tantangan dalam penerapannya.

Jika praktik ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka dampaknya akan merusak bukan hanya sistem pengadaan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap birokrasi secara keseluruhan. Sudah saatnya transparansi bukan hanya menjadi jargon, tapi diwujudkan melalui sistem yang terbuka, akuntabel, dan berintegritas tinggi.

Jangan lupa baca artikel viral lainya.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *